
Muara Teweh – Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, kembali menarik perhatian publik dengan pernyataannya yang kontroversial terkait proses pemilu penyelenggara Pemilu di Indonesia.
Pakar Hukum Menurut Feri, rekam jejak buruk calon penyelenggara pemilu justru dimanfaatkan oleh partai politik sebagai alat untuk mengatur kepentingan politik mereka.
Bermasalahnya Penyelenggaraan Pemilu dan Dampaknya pada Demokrasi
Kekhawatiran Feri Amsari bukan tanpa alasan. Ia menilai adanya permasalahan individu dalam jajaran penyelenggara pemilu membuat proses demokrasi di Indonesia selalu diwarnai dengan polemik dan permasalahan. Integritas dan independensi penyelenggara pemilu sering menjadi sorotan, yang pada akhirnya berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu itu sendiri. Ketidakpercayaan ini akan mempengaruhi hasil pemilu dan berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik.
Salah satu aspek yang sangat dikhawatirkan oleh Feri adalah maraknya kasus kekerasan seksual yang melibatkan penyelenggara Pemilu. Dalam pemaparannya, Feri mengungkapkan data yang sangat mencurigakan: pada tahun 2023 saja, tercatat ada puluhan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum penyelenggara pemilu. “Sebagai gambaran, penyelenggara pemilu kita di tahun 2023 melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan dalam 54 kasus,” ujarnya dengan nada prihatin.
Dengan nada yang lebih menyindir, Feri bahkan menyindir bahwa banyaknya kasus kekerasan seksual ini membuat ragu apakah penyelenggara pemilu benar-benar bekerja untuk kepentingan publik atau hanya terlibat dalam perilaku yang sangat tidak pantas.
Indikasi Manipulasi Data Diri dan Ketidakprofesionalan Proses Seleksi
Selain masalah kekerasan seksual, Feri juga mengungkap adanya indikasi manipulasi data oleh calon penyelenggara pemilu sejak tahap seleksi awal. Ia menyebutkan bahwa pelaku kekerasan seksual sering kali menyembunyikan informasi penting seperti status pernikahan yang tidak sesuai dengan kenyataan. “Misalnya pelaku kekerasan seksi itu cenderung memanipulasi data dirinya, seperti menyembunyikan jumlah istrinya,” tambah Feri.

Baca Juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Feri berpendapat bahwa manipulasi data ini menunjukkan bahwa individu dengan rekam jejak buruk justru sengaja dipilih dan diberi posisi strategis dalam rangka mengatur kepentingan politik tertentu. Hal ini menyetujui citra profesionalisme penyelenggara pemilu yang seharusnya independen dan bebas dari kepentingan politik.
Evaluasi Menyeluruh dan Revisi UU Pemilu yang Mendesak
Melihat berbagai permasalahan yang terus berulang dalam penyelenggaraan Pemilu, Feri Amsari mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu. Ia berkeyakinan bahwa hanya dengan revisi yang komprehensif, Indonesia dapat mengatasi persoalan-persoalan yang selama ini mengganggu kelancaran dan kredibilitas Pemilu. “Mestinya proses revisi penyelenggaraan Pemilu sudah dituntaskan jauh hari sebelum tahapan penyelenggaraan Pemilu dimulai,” kata Feri.
Namun di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengungkapkan adanya tarik-menarik kepentingan di internal DPR terkait revisi Undang-Undang Pemilu. Ia menyebutkan bahwa pimpinan DPR belum menerima surat resmi dari Komisi II terkait usulan revisi tersebut. “Itu kan baru dari teman-teman media, katanya pimpinan Komisi II kirim surat. Suratnya saja belum diterima,” ujar Cucun, yang menunjukkan betapa lambatnya proses pembahasan revisi di DPR.
Urgensi Perbaikan untuk Pemilu yang Lebih Baik
Pernyataan Feri Amsari yang mengejutkan publik ini menambah panjang daftar persoalan dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Kasus kekerasan seksual, manipulasi data, serta ketidakprofesionalan dalam proses seleksi penyelenggara pemilu semakin melemahkan citra demokrasi Indonesia.
Pemilu adalah cerminan dari kualitas demokrasi di suatu negara. Dengan adanya perbaikan dalam sistem penyelenggaraan pemilu, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap suara rakyat dihargai dan diproses dengan jujur, adil, dan tanpa intervensi politik yang merugikan.
