
Mimpi Kandang Itik Food Estate di Pulang Pisau yang Terkubur: Evaluasi dan Jalan Baru Pemprov Kalteng
Inews Muara Teweh– Program strategis nasional Food Estate di Kalimantan Tengah, yang digadang-gadang menjadi lumbung pangan baru Indonesia, menyisakan cerita pilu di sektor peternakan. Di Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, berdiri megah sebuah kandang itik beserta fasilitas budidayanya yang kini sunyi dan sepi. Suara itik yang pernah ramai telah berganti dengan senyapnya besi dan beton yang tak terurus. Kandang yang pernah disambangi langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam kunjungan tinjauannya itu, kini menjadi monumen bisu dari sebuah program yang terhenti di tengah jalan.
Setelah tidak lagi dikelola oleh Kelompok Tani Ternak Jaya Makmur, proyek percontohan (demplot) budidaya itik itu terbengkalai. Nasibnya menyentak pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi mendalam dan mencari formula baru agar investasi negara tidak sia-sia dan manfaatnya benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat.
Dari Proyek Nasional ke Tanggung Jawab Kelompok: Akar Permasalahan
Program budidaya itik di Belanti Siam bukanlah proyek kecil. Diluncurkan sejak 2020, program ini merupakan bagian integral dari Program Strategis Nasional Food Estate. Kelompok Tani Jaya Makmur ditunjuk sebagai pionir dengan dukungan super intensif dari pusat, tepatnya dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor, yang kini bertransformasi menjadi Badan Perakitan dan Pengujian Unggas dan Aneka Ternak (BRMP Unggas).

Baca Juga: Persoalan Sapi Liar di Kebun Warga, DPRD Kotim Desak Segera Dimusyawarahkan
Selama periode pendampingan hingga akhir 2023, kelompok tani ini dimanjakan dengan fasilitas lengkap. Mulai dari kandang yang dibangun standar, bibit itik unggul, pakan, obat-obatan, hingga pendampingan teknis dari para ahli dari Bogor. Segalanya berjalan mulus di bawah ‘naungan’ negara.
Namun, babak baru dimulai pada awal 2024. Dukungan penuh dari BRMP Unggas tiba-tiba dihentikan. Mekanisme pendanaan dan pembinaan teknikal resmi berakhir. Seluruh operasional—mulai dari pembelian pakan yang mahal, penanganan kesehatan ternak yang rumit, hingga yang paling krusial: pemasaran hasil produksi—diserahkan sepenuhnya ke pundak kelompok tani.
“Tingginya biaya operasional membuat mereka tidak mampu melanjutkan usaha,” jelas seorang perwakilan dinas. Tanpa skala ekonomi yang memadai, akses pasar yang pasti, dan kemampuan manajemen keuangan yang mumpuni, kelompok tani yang sebelumnya ‘disuapi’ ini gagap ketika harus berjalan mandiri. Akhirnya, pilihan paling realistis adalah menghentikan operasi dan membiarkan kandang megah itu kosong melompong.
Respon Pemprov: Evaluasi, Integrasi, dan Pencarian Solusi Konkret
Menyikapi hal ini, Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng, Leonard S. Ampung, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan menutup mata. Kasus Belanti Siam akan dijadikan bahan evaluasi penting untuk memperbaiki mekanisme program ke depan.
“Kita berharap ini menjadi bahan evaluasi ke depan. Kalau ada kekurangan, tentu kita perbaiki mekanismenya agar bisa bergulir lagi di masyarakat,” kata Leonard.
Leonard juga mengungkapkan visi yang lebih besar dan integratif. Pemprov Kalteng ingin agar program peternakan tidak berdiri sendiri, melainkan menyatu dengan sektor pertanian, khususnya persawahan yang menjadi tulang punggung Food Estate.
“Kita ingin peternakan berkolaborasi dengan cetak sawah dan pertanian. Konsepnya adalah integrated farming. Kotoran itik bisa menjadi pupuk organik yang menyuburkan sawah, sementara sisa-sisa panen dari sawah bisa diolah menjadi pakan itik. Harapannya, hal ini bisa meningkatkan pendapatan petani dan pada akhirnya mendorong kesejahteraan masyarakat,” jelasnya. Pendekatan ini dinilai lebih berkelanjutan dan mampu memutus ketergantungan pada input dari luar.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (TPHP) Provinsi Kalimantan Tengah, Rendy Lesmana, menyampaikan keprihatinan yang sama. Ia menjanjikan tindak lanjut yang cepat dengan melibatkan Dinas Pertanian Pulang Pisau untuk turun langsung ke lapangan mencari solusi terbaik.
Tidak Ada Sanksi, Yang Ada adalah Tanggung Jawab Bersama
Yang menarik, meski program terbengkalai, Pemprov melalui Wasbitnak Ahli Madya Dinas TPHP Kalteng, Togar S. Parulian, menegaskan bahwa tidak ada sanksi administratif yang akan diberikan kepada Kelompok Tani Jaya Makmur.
“Tidak ada sanksinya, hanya rasa tanggung jawab saja. Mereka dipilih sebagai kelompok percontohan, sehingga seharusnya bisa menjadi contoh bagi kelompok lain,” ujar Togar.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah menyadari akar masalahnya bukan pada kemalasan kelompok tani, melainkan pada sistem pendukung (support system) yang belum disiapkan dengan matang untuk fase pascapendampingan. Kelompok tani lebih sebagai korban dari sebuah sistem yang belum rampung.
Langkah Ke Depan: Kolaborasi dan Pencarian Investor
Lantas, apa yang akan dilakukan untuk menghidupkan kembali kandang yang terbengkalai itu?
Pemprov Kalteng bersama jajaran terkait akan berkoordinasi intensif dengan BRMP Unggas di Bogor sebagai mitra awal. Beberapa opsi solutif telah disiapkan:
-
Pendampingan Langsung: Memperkuat kapasitas kelompok tani melalui pendampingan berkelanjutan dari dinas teknis provinsi dan kabupaten, khususnya dalam manajemen usaha, pencatatan keuangan, dan strategi pemasaran.
-
Kerja Sama Pihak Ketiga: Menjajaki kerja sama dengan BUMDes, koperasi, atau perusahaan peternakan swasta nasional yang memiliki kemampuan manajemen dan akses pasar yang lebih baik. Kelompok tani bisa berperan sebagai penyedia lahan dan tenaga kerja.
-
Mencari Investor: Opsi paling ambisius adalah menawarkan proyek ini kepada investor yang berminat untuk melanjutkan usaha peternakan itik dengan skala komersial yang lebih besar, dengan tetap melibatkan masyarakat lokal.
Harapannya, dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi yang solid, kandang percontohan di Belanti Siam tidak hanya menjadi simbol kegagalan, tetapi bisa bertransformasi menjadi contoh keberhasilan baru—bagaimana sebuah program strategis bisa bangkit dari keterpurukan dengan pembelajaran, integrasi, dan kemitraan yang berkelanjutan. Pada akhirnya, tujuan mulia Food Estate untuk mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Pulang Pisau harus diwujudkan dengan cara-cara yang realistis dan berkelanjutan.
