DPRD Kotim Minta Masalah Sapi Masuk Kebun di Bapeang Diselesaikan Secara Musyawarah
Inews Muara Teweh– Persoalan klasik sapi masuk kebun yang kerap dikeluhkan warga Desa Bapeang, Kecamatan Mentaya Binanga Ketapang (MB Ketapang), Kotawaringin Timur (Kotim), akhirnya mendapat perhatian serius dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Melalui pernyataannya pada Sabtu (6/9/2025), SP Lumban Gaol, anggota DPRD Kotim dari daerah pemilihan (dapil) I, menegaskan bahwa masalah yang telah berulang sejak lama ini harus segera ditangani melalui jalur musyawarah untuk mencegah gesekan sosial yang lebih besar di masyarakat.
Akar Permasalahan yang Tak Kunjung Usai
Konflik antara pemilik ternak sapi dan pemilik kebun bukanlah hal baru di berbagai daerah pedesaan, tak terkecuali di Desa Bapeang. Sapi-sapi yang dibiarkan berkeliaran tanpa pengawasan seringkali masuk ke area kebun warga. Akibatnya, tanaman yang telah dirawat dengan susah payah menjadi rusak, terinjak-injak, atau bahkan dimakan oleh ternak tersebut. Kerugian material yang diderita oleh para petani kebun tidaklah kecil, sementara di sisi lain, pemilik sapi seringkali merasa bahwa hal tersebut adalah risiko yang wajar di daerah yang masih memiliki lahan lapang.

Namun, bagi warga yang kebunnya terus menerus menjadi sasaran, tentu saja hal ini sudah di luar batas kewajaran. Mereka mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu untuk merawat tanaman, yang kemudian hilang dalam sekejap karena ulah ternak yang tidak dijaga. Keluhan yang berulang tanpa adanya penyelesaian yang adil berpotensi memicu ketegangan dan kesalahpahaman antarwarga.
Seruan Anggota DPRD: Segera Lakukan Musyawarah
Menanggapi potensi konflik ini, SP Lumban Gaol menyuarakan pentingnya penyelesaian secara kekeluargaan. Meskipun hingga saat ini pihaknya mengaku belum menerima laporan resmi terkait kejadian tersebut, ia tidak menunggu hingga laporan itu datang. Langkah proaktif diambil dengan mengimbau semua pihak yang bersengketa untuk segera dipertemukan dalam sebuah forum musyawarah di tingkat RT atau RW.
“Kalau memang permasalahan ini sudah berlangsung lama dan berulang-ulang, maka perlu segera dimusyawarahkan. Pemilik sapi dan warga yang menjadi korban harus dipertemukan, supaya bisa dicarikan solusi. Jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan bentrok,” tegas Gaol.
Ia menekankan bahwa musyawarah di tingkat paling dasar adalah kunci untuk mencegah eskalasi konflik. Jika musyawarah di tingkat RT/RW dinilai tidak cukup, maka Kepala Desa harus turun tangan langsung untuk memediasi. Hal ini dianggap crucial untuk menjaga kondusivitas lingkungan dan mencegah kerugian yang lebih besar, baik bagi warga pemilik kebun maupun para peternak sapi.
Tanggung Jawab Pemilik Ternak dan Solusi Berkeadilan
Dalam pernyataannya, Gaol juga menyoroti pentingnya tanggung jawab dari para pemilik sapi. Ia meminta agar para peternak lebih memperhatikan hewan peliharaannya, misalnya dengan mengawasi atau mengandangkan sapinya dan tidak membiarkannya berkeliaran secara bebas.
“Kami meminta agar pemilik sapi lebih bertanggung jawab. Jangan sampai dibiarkan berkeliaran hingga merusak kebun dan mencemari lingkungan. Kalau tidak, persoalan ini bisa berlarut-larut dan merugikan kedua belah pihak,” ujarnya.
Imbauan ini bukan tanpa alasan. Selain merusak kebun, sapi yang berkeliaran dapat menimbulkan masalah kebersihan dan lingkungan, serta berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas di jalan desa.
Mengedepankan Kearifan Lokal
Di akhir pernyataannya, Gaol mengingatkan semua pihak untuk selalu mengedepankan kearifan lokal dalam menyelesaikan masalah. Nilai-nilai kegotongroyongan, tenggang rasa, dan musyawarah untuk mufakat merupakan warisan luhur yang harus dijaga, terutama dalam menyelesaikan sengketa di tingkat masyarakat.
“Jangan sampai konflik kecil berkembang jadi persoalan sosial yang lebih rumit. Musyawarah adalah jalan terbaik,” pungkasnya.
Seruan ini merupakan pengingat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, penyelesaian melalui jalur kekeluargaan dan musyawarah seringkali lebih efektif dan berkelanjutan dibandingkan dengan penyelesaian secara hukum yang bisa memakan waktu, biaya, dan berpotensi menyisakan dendam.
Menanti Langkah Selanjutnya
Kini, perhatian tertuju pada warga Desa Bapeang, para pemilik sapi, dan perangkat desa setempat. Apakah seruan dari anggota DPRD ini akan segera ditindaklanjuti dengan menggelar forum musyawarah? Masyarakat berharap agar semua pihak dapat duduk bersama, berbicara dari hati ke hati, dan menemukan solusi yang adil bagi semua.
Solusi tersebut mungkin bisa berupa kesepakatan bersama tentang sistem pengandangan sapi, pembuatan pagar pembatas yang lebih baik, atau bahkan kompensasi yang jelas dan adil jika terjadi kerusakan di kemudian hari. Yang pasti, dengan niat baik dan semangat kebersamaan, persoalan sapi masuk kebun yang terlihat sepele ini diharapkan tidak lagi menjadi bom waktu yang suatu saat dapat merusak kerukunan warga Desa Bapeang.